January 19, 2011

Korupsi di Dadaku


Sumber gambar: http://matanews.com
Kelak di kemudian hari, “Garuda di Dadaku” tak hanya menjadi lagu wajib para supporter sepak bola kita, tapi menjadi lagu wajib para koruptor juga. Cukup diplesetkan menjadi “Korupsi di Dadaku”, jadilah lagu itu lagu kebanggaan para koruptor, untuk membangkitkan semangat korupsi di negeri ini. Barangkali fenomena ini tak kita kehendaki, namun kalau melihat dari tanda-tanda kehidupan bernegara di negeri ini agaknya hampir menjadi kenyataan. Siapa yang berani menyangkal kalau korupsi tak berhasil diberantas, yang ada malah makin menjadi-jadi.

Orang yang punya jabatan terendah sekalipun, berhasil dengan sukses untuk korupsi. Contoh nyata Gayus. Saya sebenarnya muak dan jengah kalau (lagi-lagi) Gayus yang dijadikan contoh panutan korupsi di negeri ini. Memang gak ada yang lain apa. Yang lain ada, tapi yang ketahuan cuma Gayus. Walau saya yakin Gayus tak bermain sendiri, dia pasti punya komplotan. Kalau tidak, bagaimana dia bisa ngembat uang rakyat sampai milyaran. Dan tak hanya Gayus yang korupsi yang lain juga banyak. Hampir semua sendi di negeri ini dirayapi korupsi.

Kita nyogok polisi di jalan raya biar tak ditilang pun bisa dikategorikan korupsi. Pegawai kelurahan yang memperlama urusan KTP pun bisa dikategorikan korupsi, apalagi kalau sampai minta uang. Begitu pula dengan para pegawai imigrasi yang mempercepat urusan paspor yang dikelola oleh para calo, termasuk korupsi. Bahkan, jam kerja yang seharusnya dipakai buat kerja tapi digunakan untuk ha-hal yang tak ada kaitannya dengan pekerjaan pun termasuk kategori korupsi. Sadar atau tidak, kita sendiri pun sudah melakukan korupsi, meski yang dikorupsi cuma waktu.

Banyak orang yang terjebak dengan pemahaman tentang tindakan korupsi. Orang selalu berprasangka kalau korupsi itu selalu identik dengan penyalahgunaan uang. Padahal penyalahgunaan waktu dan wewenang demi kepentingan pribadi pun termasuk korupsi. Korupsi itu kalau didefinisikan dapat disebut sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Kepentingan umum itu pun bisa macam-macam, bisa jadi kepentingan rakyat, bisa jadi juga kepentingan para keluarga kita dan teman-teman kantor kita. Secara harfiah, korupsi itu berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.



Jadi, semua produk turunan dari korupsi itu secara kolosal memang hidup di tengah-tengah kita. Bahkan, tanpa disadari, perbuatan korupsi atau penyalahgunaan wewenang yang kita miliki telah (pernah) kita lakukan. Intinya, hampir semua orang pernah korupsi, termasuk saya juga. Bukan apa-apa, tanpa sadar saya juga pernah pakai jam kerja untuk urusan pribadi, entah itu online pada jam kantor atau sekadar ngobrol dengan teman yang tak berkaitan dengan pekerjaan, termasuk menyusun tulisan ini juga, yang saya lakukan di sela-sela kesibukan jam kantor.

Meski banyak yang menyangkal kalau perbuatan-perbuatan itu tak bisa disamakan dengan korupsi, tapi saya merasa sudah melakukannya. Apalagi kalau sampai saya menggunakan fasilitas kantor untuk usaha pribadi dan demi mendapatkan keuntungan pribadi pula, seperti yang dilakukan oleh beberapa teman kerja saya. Tentu, saya makin merasa seperti bangsat. Untungnya belum sampai sejauh itu.

Adakalanya juga, korupsi itu tak dilakukan atas kehendak kita sendiri, atau lebih disebabkan karena orang lain. Seperti yang pernah dicurhatkan oleh tetangga saya. Dia pernah cerita kalau dia selalu merasa bersalah setiap kali melakukan pekerjaannya. Ditanya mengapa, dia menjelaskan, sebagai orang yang bertanggung jawab atas penyediaan dan pembelian barang kebutuhan kantornya, dia selalu ditekan oleh sang atasan untuk selalu me-mark-up setiap harga barang tersebut dalam setiap laporannya. Meski dia tak menikmati uang hasil mark-up tersebut, namun dia tetap merasa bersalah. Andai menolak, tentu dia akan kehilangan pekerjaan.

Kalau sudah begitu, korupsi memang ada di dadaku, (mungkin) juga ada di dadamu, siapa yang berani dan menjamin kalau seseorang itu bersih dari korupsi. Apakah kamu berani?

Korupsi di dadaku
Korupsi kebanggaanku
Ku yakin hari ini pasti menang...


Bangsat memang!

Sumber : http://lifestyle.kompasiana.com/

January 14, 2011

Cinta Seorang Gadis Cantik

"Sekarang aku harus menggadaikan cintaku di tempat ini. Aku harus bersabar menunggu setiap lelaki yang sudi mampir walau hanya berbekal cinta kilat dan akan lenyap dalam semalam saja"
Suatu hari, saat matahari berada pada titik tertinggi, tepat di atas kepala. Pada saat itulah aku merasa sangat cemas pada keadaanku. Pada tubuhku yang mulai tak biasa. Ada sesuatu yang tak biasa akhir-akhir ini. Aku tak begitu paham apa yang terjadi, tapi, mungkin inilah keanehan yang baru kuketahui bahwa aku memilikinya. Keanehan ini berada di dalam tubuhku. Sebentar lagi. Aku menemuimu Tuhan.

* * *

Aku seorang perempuan yang beranjak dewasa. Dengan tinggi 160 cm. Rambut hitam panjang, melewati pundak. Aku terlihat cukup sempurna di mata lelaki. Setidaknya, itu kuketahui dari bisik-bisik mereka tentangku. Kenapa aku tahu? Menguping? Tentu tidak. Sebagian karena mereka terang-terangan mengatakannya di depanku. Menggodaku, tapi aku cuek saja.

Banyak teman lelaki, sekelas atau dari kelas lain juga dari kakak tingkat yang mendekatiku. Aku sempat merasa begitu tersanjung, kagum pada diriku sendiri. Aku merasa begitu populer di sekolah. Jika hari valentine tiba, bisa dipastikan akulah gadis yang paling banyak menerima ucapan selamat di tanggal 14 Februari itu. Entah melalui pesan singkat, sapaan langsung, kartu ucapan, mawar, coklat, boneka, kado, dll. Sebagain dari pemberian para lelaki itu, aku tak berencana ingin memilikinya.

Tak jarang aku harus terbiasa dengan hari valentine yang selalu mengundang dan memunculkan niat para lelaki untuk menyatakan cintanya padaku. Tapi kutolak semua. Tak ada lelaki yang kucintai. Mungkin karena banyaknya jumlah mereka, aku tak yakin dengan lelaki-lelaki itu. Setidaknya belum, belum kujumpai lelaki yang sungguh-sungguh mencintaiku.

Kau penasaran? Kenapa tak ada lelaki yang kuterima cintanya? Karena aku masih ingin sendiri. Menikmati hari. Sendiri itu menyenangkan. Aku bisa meluangkan waktu untuk belajar atau membaca banyak hal. Aku ingin belajar banyak hal, ingin tahu mengenai hal-hal yang tak kutetahui.

Terkadang sempat terlintas dipikiran, keinginan memiliki pendamping. Dan terkadang aku lebih yakin tentang jodoh yang tak akan lari kemana pun. Lebih yakin lagi, bila sudah jodoh, pasti dia yang entah siapa akan jadi pacarku suatu saat nanti.

Orang tuaku malah tak sependapat tentang sikapku itu. Mereka selalu bertanya padaku, mengapa aku tak juga memiliki pacar. Mereka sangat khawatir. Berkali-kali pertanyaan mereka kutepis dengan pernyataan, aku masih mau menyelesaikan studiku dulu. Enteng, bukan. Itulah aku yang tak ingin direpotkan mengenai lelaki.

Tetapi, jawabanku itu tidaklah cukup untuk memuaskan rasa ingin tahu kedua orangtuaku. Setiap makan malam, mereka selalu memberondongku dengan segudang pertanyaan juga bujukan. Dari makan malam ke makan malam berikutnya. Dari hari ke hari. Hingga waktu berputar lagi, dari pagi, malam dan pagi kembali serasa menggangggu. Selalu muncul lagi pertanyaan-pertanyaan mereka di benakku.

“Mama takut, kamu tak menyukai lelaki,” kata ibuku.

“Atau jangan-jangan...” kakakku mendadak menimpali.

“Maksudnya?” ibuku penasaran.

Kedua oarangtuaku sepertinya tak sabaran melihatku menggandeng seorang lelaki. Mereka mulai aneh dan terlalu jauh menafsirkan tentang diriku. Begitu juga kakaku itu. Tapi, apakah benar yang dikatakan mereka itu? Kurasa tidak. Aku baik-baik saja.

* * *




Bermula dari ajakan sahabat satu kampusku. Suatu hari dia menelponku, menanyakan keberadaanku.

“ Cin, kamu lagi dimana?” katanya.

Dia masih memanggilku seperti dulu, cinta, disingkat dengan cin. Panggilan akrab seorang dari seorang sahabat.

“Sudah lulus ya?” dia keheranan. “Wah, hebat. Kalau begitu kamu harus traktir aku ya?” desaknya.

Dan aku mengiyakan ajakannya. Aku sudah berjanji padanya, dulu, ketika masih bersama-sama kuliah menempuh pendidikan S1. Kami berteman akrab. Satu kos. Saling curhat, kadang sampai pagi dan tidurpun seranjang. Maklum kami selalu mencari tempat kos yang murah meriah.

Akhirnya, malam itu kami tertawa. Girang dan bahagia. Cekikikan, terbahak, sesekali saling meledek seperti masa SMA dulu. Banyak hal yang kami ulas dan ceritakan. Tentang dia yang kini sudah memiliki suami dan anak. Tentang diriku yang masih lajang hingga usia 30 tahun. Tentang segala hal. Juga tentang teman-teman cowok yang sering pdkt ketika SMA dulu. Kami hanyut dalam obrolan tanpa ujung itu.

Sampai waktu di jam tangan menunjukkan dini hari. Tak terasa waktu cepat berlalu. Begitulah obrolan yang selalu mampu meringkas waktu. Dan akhirnya, dia menawariku untuk menginap dirumahnya.

Aku mengiyakannya. Tak curiga atau berprangka buruk padanya. Toh sejak kuliah kami memang selalu bersama.

“Yang penting tak mengganggu keluargamu,” kataku, sambil tersenyum.

“Mumpung suamiku lagi tak ada,” jawabnya, juga dengan senyuman.

* * *


Sekarang aku harus menggadaikan cintaku di tempat ini. Aku harus bersabar menunggu setiap lelaki yang sudi mampir walau hanya berbekal cinta kilat dan akan lenyap dalam semalam saja. Dari malam ke malam begitulah, aku menunggu lelaki demi lelaki yang sudi mampir.

Apa kau mau tahu pekerjaanku? Pekerjaan menunggu lelaki. Itu yang kulakukan. Pekerjaan yang sangat tak sesuai dengan keahlianku. Aku seorang sarjana. Dikatakan, seorang yang berpendidikan tinggi. Tapi kini berusaha merelakan, menggadai tubuhku di tempat pelacuran ini.

Temanku, yang setahun lalu mengajakku makan malam untuk merayakan kelulusanku lalu menawariku untuk menginap, ternyata ia dan suaminya adalah sepasang mucikari. Aku ditipu olehnya. Aku disekap dan diancam setelah sempat menginap dirumahnya. Semenjak itu aku dipaksa melayani setiap lelaki yang datang ke rumahnya. Rumahnya tempat pelacuran yang berkedok salon kecantikan.

Kini walaupun temanku dan suaminya sudah ditangkap polisi. Ketika ada seorang polisi yang tak sengaja datang untuk pelesiran. Dan tak sengaja pula dia memilihku untuk melayaninya malam itu. Dan tak sengaja pula malam itu kami hanya bercerita panjang lebar hingga tak sengaja kusampaikan siapa aku dan mengapa bisa berada ditempat ini.

Entah kebetulan, esoknya, tempat pelacuran yang telah menyekapku sekian tahun diciduk polisi. Dipimpin langsung oleh lelaki yang semalam minta ditemani olehku.

* * *


Ah, sekarang aku menyesal. Menyesal dengan semua penolakan yang pernah kulakukan pada lelaki yang datang membawa cintanya padaku. Menyesal karena aku terlalu fokus, sentimental berlebihan dan teramat mementingkan studiku, menggilai studi tepatnya. Menyesal karena aku merasa cantik. Merasa paling cantik dari perempuan kebanyakan. Menyesal pada pernyataanku sendiri bahwa bila sudah jodoh, pasti dia yang entah siapa akan jadi pacarku suatu saat nanti. Sehingga saat itu aku luput pada lelaki yang tak pernah kusadari begitu mencintaiku dengan sepenuh hati.

Dialah polisi yang menyelamatkanku. Dia juga temanku di sekolah menengah dulu. Dia berniat menikahiku. Tapi aku menolaknya. Aku telah kehilangan kesucianku, tak akan mampu memberi keturunan padanya. Aku divonis mengidap kanker rahim juga HIV. Dan umurku tak lama lagi.

Suatu hari, saat matahari berada pada titik tertinggi, tepat di atas kepala. Pada saat itulah aku merasa sangat cemas pada keadaanku. Pada tubuhku yang mulai tak biasa. Ada sesuatu yang tak biasa akhir-akhir ini. Aku tak begitu paham apa yang terjadi, tapi, mungkin inilah keanehan yang baru kuketahui bahwa aku memilikinya. Keanehan ini berada di dalam tubuhku. Sebentar lagi. Aku menemuimu Tuhan.

* * * * *


Denpasar, 15 Desember 2010

Karya : I Putu Gede Pradipta
I Putu Gede Pradipta tinggal di Denpasar-Bali. Sempat menempuh pendidikan biologi di dua universitas berbeda walau cuma beberapa semester.

Sumber : Kompas

January 13, 2011

Bukti PayOut Adsense

Saya hanya ingin share nih kawan.
Di bawah ini adalah bukti pembayaran dari iklan yang saya pasang di blog saya, yaitu AdsenseCamp dan NegeriAds. Dimana saya sudah mendapat Komisi 2 kali dari masing-masing PPC (Paid Per Click) tersebut.
Bagi yang ingin mendapatkan penghasilan sampingan dari blog anda, anda bisa langsung mendaftar di AdsenseCamp dan NegeriAds, dengan syarat harus sudah mempunyai Rekening.
Ini dia buktinya...



Bukti Pembayaran dari AdsenseCamp




History Pembayaran di AdsenseCamp -fullsize-


History Pembayaran di NegeriAds -fullsize-

Sekali lagi, bagi yang ingin mendaftar, langsung aja ke TKP, di AdsenseCamp dan NegeriAds...

Salam Sukses

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

 
Back to Top